CLICK HERE-E3NCLOUD
1. Standar Codex Alimentarius Commision (CAC)
A. Pengertian
Codex
Alimentarius Commission (CAC), biasanya cukup disebut Codex, merupakan badan
antar pemerintah yang bertugas melaksanakan Joint FAO/WHO Food Standards
Programme (program standar pangan FAO/WHO). Codex dibentuk dengan tujuan
antara lain untuk melindungi kesehatan konsumen, menjamin praktek yang jujur (fair)
dalam perdagangan pangan internasional serta mempromosikan koordinasi pekerjaan
standardisasi pangan yang dilakukan oleh organisasi internasional lain. Codex
menetapkan teks-teks yang terdiri dari standar, pedoman, code of practice dan
rekomendasi lainnya yang mencakup bidang komoditi pangan, ketentuan bahan
tambahan dan kontaminan pangan, batas maksimum residu pestisida dan residu obat
hewan, prosedur sertifikasi dan inspeksi serta metoda analisa dan sampling.
Beberapa komoditi pangan yang saat ini dicakup oleh Codex adalah minyak dan
lemak, ikan dan produk perikanan, buah dan sayuran segar, buah dan sayuran
olahan, jus buah dan sayuran, susu dan produk susu, gula, produk kakao dan
coklat, produk turunan dari sereal, dan lain-lain. Untuk dapat berpartisipasi
aktif di forum Codex Alimentarius Commission, suatu negara perlu menangani
dengan baik kegiatannya di tingkat nasional. Karena keanggotaan Codex adalah
pemerintah, maka perwakilan suatu negara di forum Codex diwakili oleh instansi
pemerintah. Indonesia memiliki beberapa instansi yang lingkup tugas dan
kewenangannya terkait dengan pangan, mulai dari budidaya, pangan segar, pangan
olahan, pangan khusus, pangan siap saji, distribusi pangan, ritel pangan,
ekspor/impor pangan dan standardisasi pangan. Oleh karena itu ada beberapa
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan Codex seperti Kementerian
Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan serta Badan Standardisasi Nasional.
Dalam
rangka memfasilitasi keterlibatan seluruh pihak yang terkait, serta untuk
meningkatkan partisipasi aktif Indonesia di forum Codex, diperlukan Pedoman
Penanganan Codex Indonesia. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
setiap instansi dan pihak-pihak lain dalam melaksanakan kegiatan Codex di
Indonesia.
Codex
dibentuk dengan tujuan antara lain untuk melindungi kesehatan konsumen, menjamin
praktek yang jujur dalam perdagangan internasinal serta mempromosikan
koordinasi pekerjaan standarisasi pangan yang dilakukan oleh organisasi
internasional lain.
Codex
menetapkan teks-teks yang terdiri dari standar, pedoman, kode of practice dan rekomendasi
lainnya yang mencakup bidang komoditi pangan, ketentuan bahan tambahan dan
kontaminan pangan, batas maksimum residu peptisida dan residu obat hewan,
prosedur sertifikasi dan inspeksi serta metode analisa dan sampling.
Dalam hal ini Apa saja
rancangan dalam Codex Alimentarius?
1.
Mengendalikan nutrisi dalam makanan
2.
Mengatur penggunaan bahan kimiawi dalam makanan
3.
Mengatur pestisida yang digunakan untuk
pertanian
4.
Membuat standar prosedur baru dalam sistem
keamanan dan kebersihan makanan
5.
Mengatur bio-teknologi pangan (dalam hal ini
rekayasa genetika sumber pangan)
6.
Membuat standar prosedur penelitian makanan
7.
dll.
Dengan enam poin tersebut di atas sudah dapat di dapatkan
kesimpulan bahwa sistem pangan semuanya akan diganti sesuai kehendak mereka.
Berikut uraiannya:
1.
Mengendalikan nutrisi
dalam makanan
Dengan mengendalikan nutrisi dalam makanan,
mereka akan dapat menurunkan jumlah asupan gizi yang semestinya kita dapatkan.
Ini mengingatkan saya dengan berbagai kasus tentang makanan kemasan yang
tertulis bahwa memenuhi asupan gizi, namun ternyata jauh dari jumlah yang
seharusnya kita dapatkan. Ini dapat menyebabkan berbagai macam penyakit mulai
dari kekurangan gizi, penurunan sistem kekebalan, hingga penurunan kecerdasan.
2.
Mengatur penggunaan
bahan kimiawi dalam makanan
Jika kita banyak mendengar nama-nama seperti
Flouride, Monosodium/Monoatrium Glutamat (MSG), Aspartame, dll. dalam makanan
kemasan kita, sebaiknya jauhi! Kandungan-kandungan kimiawi tersebut adalah
kandungan yang amat berbahaya bagi tubuh kita. Penyakit-penyakit seperti
kanker, penyakit ginjal, penyakit lever, dan stroke banyak disebabkan karena
mengkonsumsi kandungan-kandungan tersebut.
Sebenarnya sudah banyak para ahli gizi dan
makanan menolak adanya kandungan-kandungan kimiawi berbahaya tersebut, namun
entah mengapa WHO dan FAO selalu mengeluarkan pernyataan bahwa kandungan
tersebut tidak berbahaya. Perusahaan-perusahaan Zionist yang bergerak di bidang
makanan bahkan dengan sengaja mencampurkan bahan-bahan tersebut ke produk
mereka. Untuk pembahasan lebih mendalam tentang bahaya Flouride, MSG,
Aspartame, pewarna makanan sintetis, dsb. insya Allah akan saya bahas pada
kesempatan lainnya.
3.
Mengatur pestisida
yang digunakan untuk pertanian dan perternakan
Ini sangat berhubungan dengan point-point di
atas. Dengan kewenangan yang amat luar biasa untuk dapat mengatur standar
sistem keamanan dan kebersihan makanan, mereka akan dapat melabeli makanan yang
seharusnya berbahaya menjadi tidak berbahaya.Selain itu mereka juga akan dapat
mengendalikan prosedur kandungan apa sajakah yang tidak perlu ditampilkan dalam
label komposisi makanan, padahal ada dalam makanan tersebut. Inilah yang akan
sangat merugikan bagi kaum Muslim dan Yahudi yang amat diharamkan mengkonsumsi
babi dan alkohol dengan kandungan sekecil apapun.
Standar kebersihan makanan juga dapat
menyebabkan makanan tercemar bakteri akan diperbolahkan untuk dikonsumsi
manusia.
5. Mengatur bio-teknologi pangan (dalam hal ini rekayasa
genetika sumber pangan
Banyak para ilmuwan ahli genetika yang menolak
untuk merekayasa sumber pangan, baik itu sumber nabati maupun hewani. Alasannya
hanya satu, bahwa itu sangat berbahaya bagi manusia atau hewan yang
mengkonsumsinya, dan sudah banyak penelitian yang membuktikan bahayanya akan
hal itu. Mengapa berbahaya? Karena DNA tumbuhan dan hewan yang direkayasa telah
melenceng dari standar genetik yang telah Allah tetapkan. Pada dasarnya Allah
telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini menurut ukurannya, dan itu
berlaku hingga dunia ini berakhir.
6. Membuat standar prosedur penelitian makanan
Standar prosedur penelitian makanan adalah inti
dari segala poin Codex Alimentarius, dimana mereka bebas menentukan apa-apa
saja yang boleh masuk ke dalam makanan kita untuk selanjutnya diserap tubuh
kita. Bukan hanya nutrisi, tetapi juga racun yang terkandung di dalamnya.
Penelitian yang terkesan ditutup-tutupi dengan dalih standar keamanan menjadi
tameng untuk mereka demi tercapainya tujuan dari pengurangan populasi dunia.
Penelitian makanan yang mereka maksud
sesungguhnya tidak terbatas pada penelitian kandungan gizi makanan, tetapi juga
skenario dari semenjak pembibitan hingga masuk ke dalam jaringan tubuh kita.
Bagaimana bibit makanan tersebut direkayasa agar bisa tumbuh dengan kandungan
berbahaya, dibesarkan dengan pupuk/pakan berbahaya, dipanen dengan metode
berbahaya, dikemas dengan kemasan berbahaya, hingga kita memakannya dengan
tanpa perasaan akan bahaya yang mengintai.
2. Regulasi Nasional
A. Pengertian Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
B. Pangan
yang diatur
1. Pangan
segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi
langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan.
2. Pangan
olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode
tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
3. Pangan
olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi bagi kelompok tertentu
dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
4. Pangan
siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk
langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar
pesanan.
5. Pangan
produk rekayasa genetika adalah pangan yang diproduksi atau menggunakan
bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari
proses rekayasa genetika.
C. Kenapa
Harus diatur?
1. Pangan yang aman, bermutu dan
bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat;
2. Masyarakat perlu dilindungi dari
pangan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kesehatan
D. Regulasi
Pangan
a. Khusus
1.
UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan
2.
PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
3.
PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
b. Umum
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
c.
Kemenkes, Kemenag dan Badan POM
1.
Standar-standar mutu keamanan pangan
2.
Pedoman dan code of practice
3.
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 518 Tahun2001
tentang Pedoman dan Tata CaraPemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal
4.
Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor28/Menkes/SK/I/1996 yang memuat tentang label Makanan
d. UU
No.7 tahun 1996 pasal 3
1.
Tersedianya
pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan
kesehatan manusia;
2.
Terciptanya
perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
dan
3.
Terwujudnya
tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan
terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat
e. Pengawasan
Pangan menurut PP No.28/2004 (1)
Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu
dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau
yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan
wajib memilikisurat persetujuan pendaftaran yang ditetapkan
oleh Kepala badan POM
f. Pengawasan
Pangan menurutPP No.28/2004 (2)
Pangan olahan yang diproduksi oleh
industri
rumah tangga tidak diwajibkan memiliki surat persetujuan
pendaftaran tetapi wajib memiliki sertifikat produksi pangan industri
rumahtangga yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota
g. Pengawasan
Pangan menurut PP
No.28/2004 (2)
Beberapa pangan olahan berikut dibebaskandari kewajiban memiliki
surat persetujuan pendaftaran atau sertifikat produksi pangan industri rumah
tangga, yaitu:
1)
Pangan
mempunyai masa simpan kurang dari 7(tujuh) hari pada suhu kamar;
2)
Pangan
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesiadalam jumlah kecil untuk keperluan
permohonansurat persetujuan pendaftaran; penelitian; ataukonsumsi sendiri
E. Wewenang Badan POM
a.
Melakukan
pengawasan keamanan, mutudan gizi pangan yang beredar baik pangansegar maupun
pangan olahan
b.
Dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan
c.
Mengambil
contoh pangan yang beredar;
d.
Melakukan
pengujian terhadap contoh pangantersebut
e. Hasil pengujian disampaikan ke pihak terkait
F. Tindakan
atas pelanggaran
Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Badan berwenang
mengambil tindakan administratif, meliputi:
1. Peringatan secara tertulis;
2. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atauperintah
menarik produk pangan dari peredaran;
3. Pemusnahan pangan, jika terbukti membahayakankesehatan dan jiwa
manusia;
4. Penghentian produksi untuk sementara waktu;
5. Pengenaan denda paling tinggi 50 juta rupiah;
6. Pencabutan izin produksi, izin usaha atau persetujuanpendaftaran
G. Pendekatan
Keterpaduan dalam PP No.28/2004
1. Pengawasan
dalam dua metode:
2. Pengawasan
pencegahan (preventive control)
3. Penindakan
secara hukum (law enforcement)
4. Penanganan
menyeluruh dari hulu ke hilir(from farm to table)
5. Pihak
yang menjadi objek pengawasanmeliputi produsen pangan segar dan olahan,termasuk
pengimpor, distributor, peritel danusaha jasa boga
H. Prosedur
Pendaftaran Produk
Diatur lebih rinci dalam Keputusan Kepala Badan POM tentang
Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Produk Pangan:
1.
Mutunya
sesuai→BPOM dan SNI
2.
Keamanan
dari cemaran
3.
Pelabelan
4.
Ketentuan
mutu pangan berdasarkan SNI
5. diatur bersama dengan BSN
I. Regulasi di bidang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan
•
UU no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
–
Pasal 11 (Upaya Kesehatan)
–
Pasal 20 (Perbaikan gizi)
–
Pasal 21 (Pengamanan Makanan dan Minuman)
–
Pasal 34 (Ancaman pidana)
•
Undang-undang No 7 tahun 1996 tentang Pangan
–
Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 (Sanitasi Pangan)
–
Pasal 10, 11, 12 (BTP)
–
Pasal 13, 14. 15. (Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan)
–
Pasal 16, 17, 18, 19 (Kemasan Pangan)
–
Pasal 20 (Jaminan MutuPangan dan Pemeriksaan)
–
Pasal 21, 22, 23 (Pangan tercemar)
–
Pasal 24, 25, 26, (Mutu Pangan)
–
Pasal 27, 28, 29 (Gizi Pangan)
–
Pasal 55, 56, 57, 58, 59 (Ketentuan Pidana)
•
PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
•
PP No 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan PanganPeraturan Pemerintah No. 21
Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG
J. Kewajiban
Memenuhi Persyaratan Sanitasi
Setiap orang yang bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi
persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
K. Ketentuan
Sanitasi
a.
sarana dan/atau prasarana
b.
penyelenggaraan kegiatan
c.
orang perseorangan.
L. Pedoman
Cara Sanitasi Yang Baik
Pemenuhan persyaratan sanitasi di
seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara
yang baik yang meliputi :
a.
Cara Budidaya yang Baik;
b.
Cara Produksi Pangan Segar yang Baik;
c.
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik;
d.
Cara Distribusi Pangan yang Baik;
e.
Cara Ritel Pangan yang Baik; dan
f.
Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik.
Pedoman Cara Budidaya yang Baik
Cara budidaya yang memperhatikan
aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a.
Mencegah penggunaan lahan dimana lingkungannya mempunyai potensi mengancam
keamanan pangan;
b.
Mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan dan tanaman yang
mengancam keamanan pangan
c. Menekan
seminimal mungkin, residu kimia yang terdapat dalam bahan pangan sebagai akibat
dari penggunaan pupuk, obat pengendali hama dan penyakit, bahan pemacu
pertumbuhan dan obat hewan yang tidak tepat guna.
Pedoman Cara Produksi Pangan Segar
yang Baik
Cara
penanganan yang memperhatikan aspek-aspek keamanan pangan, antara lain dengan
cara :
a. Mencegah
tercemarnya pangan segar oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan dari udara, tanah, air, pakan,
pupuk, pestisida, obat hewan atau bahan lain yang digunakan dalam produksi
pangan segar; atau
b. Mengendalikan
kesehatan hewan dan tanaman agar tidak mengancam keamanan pangan atau tidak
berpengaruh negatif terhadap pangan segar.
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan
yang Baik
Cara produksi yang memperhatikan
aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
a. Mencegah tercemarnya pangan olahan
oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan;
b. Mematikan atau mencegah hidupnya
jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
c. Mengendalikan proses, antara lain pemilihan
bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan.
Pedoman Cara Distribusi Pangan yang
Baik
Cara distribusi yang memperhatikan
aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a. Melakukan cara bongkar muat pangan
yang tidak menyebabkan kerusakan pada pangan;
b. Mengendalikan kondisi lingkungan,
distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu,
kelembaban, dan tekanan udara; dan;
c. Mengendalikan sistem pencatatan yang
menjamin penelusuran kembali pangan yang didistribusikan.
Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik
Cara
ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a.
Mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak
penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang;
b.
Mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
c.
Mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa
kedaluwarsanya; dan
d.
Mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan
khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara.
Pedoman Cara Produksi Pangan Siap
Saji yang Baik
Cara produksi yang memperhatikan
aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
a. Mencegah tercemarnya pangan siap
saji oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan;
b. Mematikan atau mencegah hidupnya
jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
c. Mengendalikan proses antara lain
pemilihan bahan baku,penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan dan pengangkutan serta cara penyajian.
M. Bahan
Tambahan pangan
Pasal 11 PP 28/2004
1. Setiap orang yang memproduksi pangan
untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan
yang dinyatakan terlarang.
2. Bahan yang dinyatakan terlarang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pasal 12 PP28/2004
1. Setiap orang yang memproduksi pangan
dengan menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan wajib menggunakan
bahan tambahan pangan yang diizinkan.
2. Nama dan golongan bahan tambahan
pangan yang diizinkan, tujuan penggunaan dan batas maksimal penggunaannya
menurut jenis pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala
Badan
Pasal 13 PP28/2004
1. Bahan yang akan digunakan sebagai
bahan tambahan pangan tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia,
wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan dapat digunakan dalam kegiatan
atau proses produksi pangan untuk diedarkan setelah memperoleh persetujuan
Kepala Badan.
2. Persyaratan dan tata cara memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
N. Pangan
Produk Rekayasa Genetika
1.
Sebelum diedarkan harus diperiksa dulu keamanannya
2.
Pemeriksaan mencakup:
a. informasi genetika, antara lain
deskripsi umum panganproduk rekayasa genetika dan deskripsi inang serta
penggunaanya sebagai pangan;
b. deskripsi organisme donor;
c. deskripsi modifikasi genetika;
d. karakterisasi modifikasi genetika;
dan
e. informasi keamanan pangan, antara
lain kesepadanan
f. substansial, perubahan nilai gizi,
alergenitas dan toksisitas.
3.
Ditetapkan oleh Komisi Keamanan Produk Rekayasa Genetika
O. Iradiasi
Pangan
1. Fasilitas iradiasi yang digunakan
dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan harus mendapatkan
izin pemanfaatan tenaga nuklir dan didaftarkan kepada Kepala Badan yang
bertanggung jawab di bidang pengawasan tenaga nuklir.
2. Setiap pangan yang diproduksi dengan
menggunakan teknik dan/atau metode iradiasi untuk diedarkan harus memenuhi
ketentuan tentang pangan iradiasi yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
3. Proses produksi pangan iradiasi
wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah, dan penanggulangan
bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan ekrja, dan
kelestarfian lingkungan.
P. Kemasan
Pangan
1. Setiap orang yang memproduksi pangan
untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang
dinyatakan terlarang dan/atau yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia.
2. Setiap orang yang memproduksi pangan
untuk diedarkan wajib menggunakan bahan kemasan yang diizinkan.
3. Setiap orang yang melakukan produksi
pangan yang akan diedarkan wajib melakukan pengemasan pangan secara benar untuk
menghindari terjadinya pencemaran terhadap pangan.
4. Setiap orang dilarang membuka
kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku terhadap pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan
lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut.
6. Setiap orang yang mengemas kembali
pangan sebagaimana dimaksud di atas wajib melakukan pengemasan pangan secara
benar untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap pangan.
Q. Jaminan
Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium
1. Setiap orang yang memproduksi pangan
untuk diperdagangkan bertanggung jawab menyelenggarakan sistem jaminan mutu
sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi.
2. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, kesehatan atau Kepala
Badan berwenang mewajibkan penerapan standar atau persyaratan lain yang
berkenaan dengan sistem jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.
3. Penetapan standar atau persyaratan
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapatdilakukan secara bertahap dengan
memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.
4. Dalam menetapkan standar dan
persyaratan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri yang bertanggung
jawab di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, kesehatan atau
Kepala Badan wajib memperhatikan perjanjian TBT/SPS WTO atau perjanjian yang
telah diratifikasi Pemerintah.
Pasal 22
1. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan
masing-masing, berwenang menetapkan jenis pangan segar yang wajib diuji secara
laboratoris sebelum diedarkan.
2. Kepala Badan berwenang menetapkan
jenis pangan olahan yang wajib diuji secara laboratoris sebelum diedarkan.
3. Pengujian secara laboratoris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan di laboratorium
pemerintah atau laboratorium lain yang telah diakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Komite
Akreditasi Nasional.
4. Penetapan dan penerapan persyaratan
pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem
pangan.
R. Pangan
Tercemar
Pasal 23
Setiap
orang dilarang mengedarkan :
a.
Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang
dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
b.
Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan;
c.
Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam
kegiatan atau proses produksi pangan;
d.
Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik,
terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal
dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia; atau
e.
Pangan yang sudah kedaluwarsa.
S. Mutu
Pangan
a. Standard mutu pangan (SNI)
ditetapkan oleh Kepala badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi
nasional
b. Standar Nasional Indonesia dapat
diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan,
kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup dan/atau pertimbangan
ekonomis harus memenuhi standar mutu tertentu.
c. Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia secara wajib dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
perindustrian, pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai dengan bidang
tugas dan kewenangan masing-masing berkoordinasi dengan Kepala badan yang
bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional.
d. Setiap orang yang memproduksi atau
mengedarkan jenis pangan yang berlaku SNI wajib, wajib memenuhi Standar
Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
T. Sertifikasi
Mutu Pangan
1. Sertifikasi dan penandaan yang
menyatakan kesesuaian pangan terhadap Standar Nasional Indonesia dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai bidang tugas dan
kewenangan masing-masing menetapkan persyaratan dan tata cara sertifikasi mutu
pangan yang mempunyai tingkat risiko keamanan pangan yang tinggi.
3. Sertifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terhadap Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan wajib atau
terhadap persyaratan ketentuan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
merupakan bagian dari pengawasan pangan sebelum diedarkan.
U. Gizi
Pangan
1. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan menetapkan standar status gizi masyarakat dan melakukan
pemantauan dan evaluasi status gizi masyarakat.
2. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan, pertanian, perikanan, perindustrian atau Kepala Badan sesuai
bidang tugas dan kewenangan masing-masing mengupayakan terpenuhinya kecukupan
gizi, melindungi masyarakat dari gangguan gizi dan membina masyarakat dalam
upaya perbaikan status gizi.
3. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan, pertanian, perikanan, perindustrian atau Kepala Badan bersama-sama
Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota serta masyarakat melakukan
penanganan terhadap terjadinya gangguan gizi masyarakat yang tidak sesuai
dengan standar status gizi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 34 PP 28/2004
Menteri
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan menetapkan Angka Kecukupan Gizi yang
ditinjau secara berkala.
Pasal 35
1. Dalam hal terjadi kekurangan
dan/atau penurunan status gizi masyarakat perlu dilakukan upaya perbaikan gizi
melalui pengayaan dan/atau fortifikasi gizi pangan tertentu yang diedarkan.
2. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan menetapkan jenis dan jumlah zat gizi yang akan ditambahkan
serta jenis-jenis pangan yang dapat ditingkatkan nilai gizinya melalui
pengayaan dan/atau fortifikasi.
3. Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian menetapkan jenis-jenis pangan yang wajib diperkaya
dan/atau difortifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara
pengayaan dan/atau fortifikasi gizi pangan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
4. Setiap orang yang memproduksi pangan
yang harus diperkaya dan/atau difortifikasi untuk diedarkan wajib memenuhi
ketentuan dan tata cara pengayaan dan/atau fortifikasi gizi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
5. Pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran dari Kepala Badan.
CLICK HERE-E3NCLOUD
Post a Comment