CLICK HERE-E3NCLOUD
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah
injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi
atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan
alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril
karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral
memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan
membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan bahan beracun dan juga harus
memiliki kemurnian yang dapat diterima.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
definisi Sediaan Injeksi Steril ?
2. Jelaskan
rute Pemberian Sediaan Injeksi !
3. Apa
keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi !
4. Jelaskan
yang dimaksud Vial dan Ampul !
5. Jelaskan
pengujian sediaan !
C. Tujuan
1. Mengetahui
Definisi Sediaan Injeksi Steril.
2. Mengetahui
Rute Pemberian Sediaan Injeksi.
3. Mengetahui
Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi.
4. Mengetahui
Pengertian Vial dan Ampul.
5. Mengetahui
Pengujian Sediaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Sediaan Steril Injeksi
Steril
adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak menimbulkan
penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun
dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi
melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak
semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang
dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh.
Mikroba
patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit tifus dan E. Coli
yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi
adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi steril. Sanitasi
adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat. (Syamsuni. 2007: 181)
Sediaan
steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain
sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan
parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat
terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa
ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa, maka
sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis
lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan
proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia,
atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir (FI.III.1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia
Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena.
Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Menurut defenisi dalam Farmakope,
sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi digolongkan
menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
1. Obat
larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi,
contohnya adalah injeksi insulin.
2. Sediaan
padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama
bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium steril.
3. Sediaan
seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk
injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
4. Sediaan
berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan
dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
5. Sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang
sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk
suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi (Lukas, 2006 : 37).
Obat
dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan
jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada
saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk
menetralisir atau menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi). Diharapkan
dengan kondidi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini
tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu
steril dan tidak steril.
Sediaan
farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik inkesi, tablet implan, tablet
hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata (guttae ophth), cuci mata
(collyrium), dan salep mata (oculenta) (Syamsuni. 2007 : 181-182)
B. Rute Pemberian Sediaan Injeksi
1. Intrakutan
(i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan
ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis. Volume yang
disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
2. Injeksi
subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntukkan
ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume yang disuntikkan
tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan
bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume
3-4 liter/hari dengan penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tesebut tidak
dapat menerima infus intravena.
3. Intramuskular
(i.m)
Disuntikkan
ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk
larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa
larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat.
Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah
rasa sakit.
4. Intravena
(i.v)
Disuntikkan
langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan
bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan
menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis,
tetapi ika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau
perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi
intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml
disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen, tidak
boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume
15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi i.v dengan volume
10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
5. Intraarterium
(i.a)
Disuntikkan
langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume antara 1-10 ml,
tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Intrakordal/intrakardiak
(i.kd)
Disuntikkan langsung ke
dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh mengandung bakterisida,
disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
7. Intratekal
(i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
Disuntikkan
langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar otak (antara 3-4 atau
5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus
isotonis karena sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik
untuk sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah
anatomi ini sangat peka.
8. Intraartikular
Disuntikkan
ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspensi atau larutan
dalam air.
9. Subkonjungtiva
Disuntikkan
ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau larutan, tidak
lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan
ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi
dalam air.
11. Intraperitoneal
(i.p)
Disuntikkan
langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun bahaya
infeksi besar.
12. Peridural
(p.d), ekstradural, epidural
Disuntikkan
ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar
dari otak dan sumsum tulang belakang.
(Syamsuni,
2007: 196-198)
C. Keuntungan dan Kerugian Sediaan
Injeksi
1.
Keuntungan :
a) Bekerja
cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.
b) Dapat
digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika
masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung.
c) Kemurnian
dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
d) Daat
digunakan sebagai depo terapi.
2. Kerugian
:
a) Karena
bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b) Cara
pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c) Kemungkinan
terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d) Secara
ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per oral.
(Syamsuni, 2007 : 228)
D. Ampul dan Vial
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada
wadah yang tersedia sekarang ini yang benar-benar tidak reaktif, terutama
dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk
tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan
wadah pelindung (Lachman, 1994).
1. Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat
dari gelas, yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran
normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul
adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakainannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan
secara parenteral. Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik
bentuk vegetatif, nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan
parenteral menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan. Produk parenteral
dibuat mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut hingga
pengemasan. Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu
gelas, plastik, elastik (karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus
mengikuti prosedur aseptis dan steril karena pengemas ini langsung berinteraksi
dengan sediaan yang dibuat, termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan
bagian yang menampung dan melindungi bahan yang telah dibuat (Ansel,1989).
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi
dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan
dan efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan
tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya.
Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya
dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam wadah
dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral
sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali
dengan jaminan tetap steril (Ansel,1989)
Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989)
Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat
dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai
leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi
serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat
suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup dan
digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas
dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian
khusus. Gelas yang digunakan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi
4 kategori, yaitu :
Gelas
|
Komposisi
|
Sifat-sifat
|
Aplikasi
|
Tipe 1
|
Borosilikat
|
Resistensi terhadap hidrolisis tinggi,eksporasi termal rendah
|
Sediaan parenteral asidik dan netral, bisa juga untuk sediaan alkali yang
sama
|
Tipe II
|
Kaca soda kapur (diperlukan dealkalisasi)
|
Resistensi hidrolitik relatif tinggi
|
Sediaan parenteral asidik dan netral, bisa juga untuk sediaan alkalin
yang sesuai
|
Tipe III
|
Kaca soda lapur (tidak mengalami perlakuan
|
Sama dengan tipe II, tapi dengan pelepasan oksida
|
Cairan anhidrat dan produk kurang, sediaan parenteral jika sesuai
|
Tipe NP
|
Kaca soda kapur (penggunaan umum)
|
Resistensi hidrolitik sangat rendah
|
Hanya digunakan untuksediaaan non parenteral (oral, tipikal, dsb)
|
§ Tipe 1, 2 dan 3 dimaksudkan untuk produk parenteral
§ Dan tipe NP dimaksudkan untuk produk non-parenteral
dan tipe itu dimaksudkan untuk penggunaan oral dan topical
Keempat
kategori tersebut tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut dan
kemampuannya untuk mencegah penguraian. Pembuatan sediaan farmasi harus memilih
dan menggunakan wadah yang tidak mempengaruhi komposisi dan kestabilan dari
produknya. Tipe 1 umumnya merupakan gelas yang paling tahan dari keempat
kategori tersebut (Ansel,1989).
Proses pengemasan dimulai dari :
·
Pembersihan
Pada umumnya, ampul kosong yang
dipasarkan dalam keadaan terbuka memiliki leher yang lebar untuk memudahkan
pembersihan dan pengisian. Dengan cara pengisian ampul berulang kali dengan
cairan pencuci dan akhirnya dikosongkan dapat diperoleh ampul yang bersih dan
menjamin bahwa seluruh partikel pengotor dan serpihan gelas telah dihilangkan.
Dalam industri kecil, digunakan beberapa
alat pencuci dimana ampul-ampul dipasang pada kanula dan air ditekan mengalir
kedalam ampul melaui kanula bermantel. Suplai air dihentikan digantikan dengan
aliran udara bertekanan yang menekan keluar sisa-sisa air sampai ampul
mengering.
Dalam industri besar, tersedia
mesin-mesin pembersih ampul semiotomatis dan otomatis. Pada mesin pencuci
otomatis pembersihan dilakuakan dengan cairan pencuci panas bersuhu 80C
bertekanan tinggi (0,4 Mpa, 4 at) dimana serpihan gelas yang melekat erat pada
dinding-dinding dan umumnya baru dapat dihilangkan pada saat sterilisasi
melalui kerja panas, juga turut tercuci.
Setelah dilakukan penyemprotan dengan
cairan pencuci umumnya masih diikuti 2xpencucian dengan air pada tekanan yang
sama dan diakhiri dengan air suling (0,05 Mpa, 0,5 at) (voight,1995).
§
Pengisian
Pengisian
ampul dengan larutan obat dilakuakn pada sebuah alat khusus untuk pabrik kecil
atau menengah pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi yang bekerja secara
manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan yangakan diisikan dihisap
oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan melalui kebalikan gerak lengan
dilakukan pengisiannya (voight,1995).
§
Penutupan
Penutupan
ampul dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama cara peleburan, dimana semburan
nyala api diarahkan pada leher ampul yang terbuka dan ampul ditutup dengan
membakar disatu lokasi lehernya sambil diputar kontinyu. Kedua cara tarikan,
dimana seluruh alat penutup ampul otomatis yang digunakan dalam industri
bekerja menurut prinsip ini
Pada alat ini sebuah (atau juga 2 buah) semburan api
diarahkan pada bagian tengah leher ampul. Setelah gelas melunak bagian atas
leher dijepit dengan sebuah pinset (pada kerja manual), atau dilakukan oleh
alat khusus (masinel) kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat ditutup.
2.
Vial
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi
vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun
dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk
bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih.
Berdasarkan R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup
dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran
ganda):
a.
Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya
kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
b.
Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13).
c.
Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya.
d.
Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet
yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah
ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai
bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
E. Pengujian atau Pemeriksaan Sediaan
Setelah
larutan injeksi ditutup-kedap dan distrerilkan, perlu dilakukan pemeriksaan,
yang kemudian terakhit diberi etiket dan dikemas.
Pemeriksaan
meliputi :
a. Pemeriksaan
kebocoran.
b. Pemeriksaan
sterilitas.
c. Pemeriksaan
pirogenitas.
d. Pemeriksaan
kejernihan dan warna.
e. Pemeriksaan
keseragaman bobot.
f. Pemeriksaan
keseragaman volume.
(pemeriksaan a-d diatas
disebut pemeriksaan hasil akhir produksi)
a.
Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui
kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
1) Untuk
injeksi yang disterilkan dengan pemanasan :
a)
Ampul : disterilkan dalam posisi
terbalik dengan ujung yang dilebur berada di bawah. Wadah yang bocor isinya
akan kosong/habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi.
b)
Vial : setelah disterilkan, masih dalam
keadaan panas, masukkan ke dalam larutan dingin metilen biru 0,1%. Wadah yang
bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam
larutan injeksi tersebut.
2)
Untuk injeksi yang disterilkan tanpa
pemanasan atau secara aseptik/injeksi berwarna, diperiksa dengan memasukkannya
ke dalam eksikator dan divakumkan. Pada wadah yang bocor, isi akan terisap
keluar.
b.
Pemeriksaan sterilitas
Uji
ini dilakukan untuk menetapkan aa tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang hidup
dalam sediaan yang diperiksa. Uji dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok.
Sebelum
dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :
1)
Pengawet : larutan diencerkan dahulu
sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
2)
Antibiotik : daya bakterisidanya
dinonaktifkan dulu, misalnya pada penisilin ditambah enzim penisilinase.
c.
Pemeriksaan pirogen
Pirogen
adalah zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme berupa zat
eksotoksin dari kompleks polisakarida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur nitrogen dan fosfor, yang daat menimbulkan demam jika
disuntikkan (reaksi terjadi setelah 15 menit samapi 8 jam).
Cara
menghilangkan pirogen :
1)
Untuk alat atau zat yang tahan terhadap
pemanasan (jarum suntik, alat suntik dan lain-lain) dipanaskan pada sushu 250°C
selama 30 menit.
2)
Untuk aqua p.i bebas pirogen.
a)
Dilakukan oksidasi dengan cara :
·
Didihkan dengan larutan H2O2 1% selama 1
jam.
·
Satu liter air dapat diminum, ditambah
10 ml larutan KmnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1N, disuling dengan wadah gelas,
selanjutnya kerjakan seperti pembuatan air untuk injeksi.
b)
Dilakukan dengan cara absorpsi dari
asbes. Lewatkan saring dengan penyaringan bakteri dari asbes pengabsorpsi 0,1 %
(Carbon adsorbens 0,1% pada suhu 60°C selama 5-10 menit) sambil sekali-kali
diaduk, kemudian disaing dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter
asbes.
d.
Pemeriksaan Kejernihan dan warna
Diperiksa
dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping.
Kotoran berwarna akan terlihat pada latar belakang putih, kotoran tidak
berwarna akanterlihat pada latar belakang hitam.
e.
Pemeriksaan Keragman Bobot
1)
Hilangkan etiket 10 wadah;
2)
cuci bagian luar wadah dengan air;
3)
keringkan pada suhu 105°C;
4)
timbang satu per satu dalam keadaan
terbuka;
5)
keluarkan isi wadah dan cuci wadah
dengan air, kemudian dengan etanol 95%;
6)
keringkan lagi pada suhu 105°C sampai
bonot tetap;
7)
dinginkan dan kemudian timbang satu per
satu.
Bobot
isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
f.
Pemeriksaan Keragaman Volume
Untuk
injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sdikit berlebih
dari volume yang ditetapkan. Kelebihkan volume yang dianjurkan tertera dalam
daftra berikut ini :
Tabel
Keragaman Volume :
Volume
Pada Etiket
|
Volume Tambahan yang Dianjurkan
|
|
Cairan
Encer
|
Cairan Kental
|
|
0,5
ml
|
0,10 ml (20%)
|
0,12
ml (24%)
|
1,0
ml
|
0,10 ml (10%)
|
0,15
ml (15%)
|
2,1
ml
|
0,15 ml (7,5%)
|
0,25
ml (12,5%)
|
5,0
ml
|
0,30 ml (6%)
|
0,50
ml (10%)
|
10,0
ml
|
0,50 ml (5%)
|
0,70
ml (7%)
|
20,0
ml
|
0,60 ml (3%)
|
0,90
ml (4,5%)
|
30,0
ml
|
0,80 ml (2,6%)
|
1,20
ml (4%)
|
50,0
ml atau lebih
|
2,00 ml (4%)
|
3,00
ml (6%)
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Sediaan injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara perenteral, suntikan
dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau
selaput lendir.
2.
Rute-rute sediaan injeksi : Intrakutan
(i.k/i.c) atau intradermal; Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik; Intramuskular
(i.m); Intravena (i.v); Intraarterium (i.a); Intrakordal/intrakardiak (i.kd); Intratekal
(i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid; Intraartikular
; Subkonjungtiva; Intrabursa; Intraperitoneal (i.p); dan Peridural (p.d),
ekstradural, epidural.
3.
Keuntungan dan Kerugian :
Keuntungan
:Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik; Dapat
digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika
masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung; Kemurnian
dan takaran zat khasiat lebih terjamin dan saat digunakan sebagai depo terapi.
Kerugian
: Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan; Cara
pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.; Kemungkinan terjadinya
infeksi pada bekas suntikan; dan Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan
dengan sediaan yang digunakan per oral
4.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris
terbuat dari gelas, yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran
normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul
adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakainannya untuk satu kali injeksi.
Vial
adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa
takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan
atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan,
botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh
jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
5.
Pengujian atau Pemeriksaan Sediaan
-
Pemeriksaan kebocoran.
-
Pemeriksaan sterilitas.
-
Pemeriksaan pirogenitas.
-
Pemeriksaan kejernihan dan warna.
-
Pemeriksaan keseragaman bobot.
-
Pemeriksaan keseragaman volume.
B. Saran
Diharapkan
agar kedepannya kita dapat menemukan sediaan yang lebih baik lagi agar
pengobatan lebih bervariasi dan semakin memudahkan untuk manusia.
Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel,H.C., (1989). Pengatar
Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Dirjen POM.
1979. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM.
1995. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Lachman dkk.
1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
Priyambodo,
B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama. Yogyakarta.
Syamsuni. 2007.
Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Voight.
R,.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr.
Soendani Noerono. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
CLICK HERE-E3NCLOUD
Post a Comment